Menata
Hidup
Menambal Masa Kelam…!
Seluas apakah dosa yang telah
kita buat?
Sedalam apakah aib yang telah kita
gali?
Sejauh manakah kaki kita telah
tersesat?
Lalu…, masihkah ada harapan dan
cita-cita itu?
Setiap kita pasti punya masa
lalu, gelap maupun terang, putih maupun hitam. Apa yang sudah terjadi tidak
mungkin diubah. Apa yang telah menjadi masa lalu, tidak mungkin dihadirkan
kembali dalam lembaran hidup yang baru. Karena hidup ibarat rantai panjang.
Setiap mata rantai hanya hadir sekali dalam seluruh rentang usia kita. Waktu
dan sejarah hidup yang telah pergi tidak akan kembali, kecuali sebuah kemiripan
baru yang berulang dan tidak akan sama persis.
Dahulu…, setiap kita mungkin
memiliki cita-cita dan tujuan sama. mendamba surga, ridha dan perjumpaan dengan
Alloh swt.
Namun kini…, bila kita harus
membuka lembaran hidup yang telah lalu, mungkin banyak diantara kita yang harus
menelan pahit kenyataan yang ada. Ternyata…, seringkali lembaran hidup kita
diisi oleh penodaan-penodaan terhadap hak-hak Alloh swt. Hari-hari kita lebih
banyak dilewatkan dengan bermaksiat kepada-Nya, kufur terhadap nikmat-Nya,
ridha terhadap apa yang tidak diridhai-Nya, menghalalkan apa yang
diharamkan-Nya, dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Sungguh, kita telah melewati
batas yang telah Alloh swt tetapkan, bahkan jauh dan teramat jauh. Mungkin
setinggi langit, atau sedalam lautan atau…. Ya, terlalu jauh sekali kita telah
melangkah melewati batas itu, sehingga dada kita menjadi sesak, tubuh kita pun
serasa terbelenggu, kaki pun goyah tak kuat untuk melangkah, apalagi untuk
memikirkan cita-cita itu, sulit sekali untuk mengharapkannya kembali.
Tapi…, itulah masa lalu, setiap
mata rantainya tidak akan hadir kembali dalam lembaran baru yang kita buka saat
ini. Tutuplah lembaran lama yang kelabu. Kini saatnya kita kembali dan membuka
lembaran baru. Apapun masa lalu kita, tataplah tegak masa depan. Janganlah
berputus asa untuk kembali ke jalan-Nya, karena Alloh swt telah memberi kabar
gembira dalam firman-Nya:
"Katakanlah: Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)
Syaikh As-Sa'di mengatakan di
dalam menjelaskan ayat ini:
"Janganlah berputus asa
dari rahmat-Nya dengan mengatakan, "Sudah tidak terampuni dosa-dosa kami,
dan terlalu banyak aib-aib yang kami buat. Sudah tidak ada lagi cara untuk
menghilangkannya dan tidak ada jalan untuk memalingkannya." Kemudian
mereka bersedih dengan keadaannya, karena berlebihan dalam bermaksiat kepada
Ar-Rahman. Akan tetapi, ketahuilah! Bahwa nama-Nya tersebut (Ar-Rahman)
menunjukkan kepada betapa berkasih sayangnya Dia, dan ketahuilah bahwasanya Dia
mengampuni setiap dosa, baik kesyirikan, pembunu-han, perzinahan, riba,
kedzaliman dan selainnya dari dosa-dosa yang kecil maupun yang besar."
Maka, tak ada istilah patah
arang untuk menghadirkan kembali cita-cita kita yang lalu. Hanya saja awal kali
yang perlu kita deklarasikan saat ini,
adalah memohon ampunan atas segala dosa kepada yang Maha Pengampun, serta
berjanji untuk tidak melewati kembali batas-batas yang telah Dia tetapkan. Kemudian,
kita buka lembaran hidup yang baru dengan banyak berdzikir kepada-Nya, menyebut
asma dan sifat-Nya, dan mengisi setiap waktu dengan amal-amal yang diridhai-Nya,
luangkanlah waktu kita untuk dapat bermunajat—memohon—ampunan-Nya, baik di saat
duduk maupun berdiri, di saat pagi maupun sore, di saat siang maupun malamnya.
Mudah-mudahan setelah itu, kita digolongkan oleh Alloh swt sebagai
hamba-hamba-Nya yang mendapatkan cita-cita yang mulia,
"Katakanlah:
"Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian
itu?." Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Alloh), pada sisi Tuhan
mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya.
Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Alloh. Dan
Alloh Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya
Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami
dan peliharalah kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar,
yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Alloh), dan
yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran: 15-17)
Setelah itu, sebagai
penghujung, mari kita tatap kembali bagaimana baginda Rasululloh saw menjadi
cermin untuk diri yang hina ini.
Suatu ketika, buliran-buliran air
mata Rasululloh yang jatuh menetes di kegelapan malam terdengar oleh istrinya
yang tercinta, Aisyah ra. Sepanjang malam tangisan itu terus berjatuhan, bahkan
semakin menderas hingga menjelang subuh. Tak kuasa Aisyah menahan rasa haru atas keadaan Rasululloh tersebut, dia pun mencoba menghubungkan
antara deraian air mata itu dengan ampunan yang telah Alloh berikan kepada
Rasululloh, "Wahai Rasululloh, apa yang menjadikan engkau menangis,
sedangkan Alloh telah mengampuni dosa engkau yang lalu dan yang akan
datang?" Namun, apa jawab
Rasululloh saw, dengan lembutnya beliau berkata, "Apakah tidak
selayaknya jika aku menjadi hamba Alloh yang banyak bersyukur?"
Saudaraku…,
tangis-tangis Rasululloh adalah cermin yang bening bagi kita. Tempat kita menatap jujur
bayang-bayang wajah kita sendiri. Bila Rasululloh yang dosanya sudah diampuni
masih terus menangis kepada Alloh swt. Rasululloh saw yang masa lalunya telah
bersih dan masa depannya dijamin cemerlang, masih menghadap Alloh dalam
tangis-tangis panjang. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan diri kita yang
jauh dari sempurna lagi penuh dosa? Bagaimana dengan kita, yang hari-harinya
berlalu penuh bercak-bercak hitam?
Maka…, tak ada yang menolak
kenyataan, betapa kita sangat perlu menambal dan mereparasi masa lalu kita.
Karena kita memang tak akan mungkin mencapai kesempurnaan, akan tetapi
tangis-tangis Rasululloh merupakan cermin bagi kita, agar kita selalu mencoba
dan berusaha untuk memperbaiki masa lalu kita, yang tidak lain adalah dengan
selalu memohon ampunan-Nya dan beramal lebih baik untuk bekal di masa depan. WAllohu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar