Rabu, 19 Februari 2014

menambal masa kelam

Menata Hidup

Menambal Masa Kelam…! 

Seluas apakah dosa yang telah kita buat?
Sedalam apakah aib yang telah kita gali?
Sejauh manakah kaki kita telah tersesat?
Lalu…, masihkah ada harapan dan cita-cita itu?

Setiap kita pasti punya masa lalu, gelap maupun terang, putih maupun hitam. Apa yang sudah terjadi tidak mungkin diubah. Apa yang telah menjadi masa lalu, tidak mungkin dihadirkan kembali dalam lembaran hidup yang baru. Karena hidup ibarat rantai panjang. Setiap mata rantai hanya hadir sekali dalam seluruh rentang usia kita. Waktu dan sejarah hidup yang telah pergi tidak akan kembali, kecuali sebuah kemiripan baru yang berulang dan tidak akan sama persis.

Dahulu…, setiap kita mungkin memiliki cita-cita dan tujuan sama. mendamba surga, ridha dan perjumpaan dengan Alloh swt.

Namun kini…, bila kita harus membuka lembaran hidup yang telah lalu, mungkin banyak diantara kita yang harus menelan pahit kenyataan yang ada. Ternyata…, seringkali lembaran hidup kita diisi oleh penodaan-penodaan terhadap hak-hak Alloh swt. Hari-hari kita lebih banyak dilewatkan dengan bermaksiat kepada-Nya, kufur terhadap nikmat-Nya, ridha terhadap apa yang tidak diridhai-Nya, menghalalkan apa yang diharamkan-Nya, dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.

Sungguh, kita telah melewati batas yang telah Alloh swt tetapkan, bahkan jauh dan teramat jauh. Mungkin setinggi langit, atau sedalam lautan atau…. Ya, terlalu jauh sekali kita telah melangkah melewati batas itu, sehingga dada kita menjadi sesak, tubuh kita pun serasa terbelenggu, kaki pun goyah tak kuat untuk melangkah, apalagi untuk memikirkan cita-cita itu, sulit sekali untuk mengharapkannya kembali.

Tapi…, itulah masa lalu, setiap mata rantainya tidak akan hadir kembali dalam lembaran baru yang kita buka saat ini. Tutuplah lembaran lama yang kelabu. Kini saatnya kita kembali dan membuka lembaran baru. Apapun masa lalu kita, tataplah tegak masa depan. Janganlah berputus asa untuk kembali ke jalan-Nya, karena Alloh swt telah memberi kabar gembira dalam firman-Nya:
"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)

Syaikh As-Sa'di mengatakan di dalam menjelaskan ayat ini:
"Janganlah berputus asa dari rahmat-Nya dengan mengatakan, "Sudah tidak terampuni dosa-dosa kami, dan terlalu banyak aib-aib yang kami buat. Sudah tidak ada lagi cara untuk menghilangkannya dan tidak ada jalan untuk memalingkannya." Kemudian mereka bersedih dengan keadaannya, karena berlebihan dalam bermaksiat kepada Ar-Rahman. Akan tetapi, ketahuilah! Bahwa nama-Nya tersebut (Ar-Rahman) menunjukkan kepada betapa berkasih sayangnya Dia, dan ketahuilah bahwasanya Dia mengampuni setiap dosa, baik kesyirikan, pembunu-han, perzinahan, riba, kedzaliman dan selainnya dari dosa-dosa yang kecil maupun yang besar."

Maka, tak ada istilah patah arang untuk menghadirkan kembali cita-cita kita yang lalu. Hanya saja awal kali yang perlu kita deklarasikan saat ini, adalah memohon ampunan atas segala dosa kepada yang Maha Pengampun, serta berjanji untuk tidak melewati kembali batas-batas yang telah Dia tetapkan. Kemudian, kita buka lembaran hidup yang baru dengan banyak berdzikir kepada-Nya, menyebut asma dan sifat-Nya, dan mengisi setiap waktu dengan amal-amal yang diridhai-Nya, luangkanlah waktu kita untuk dapat bermunajat—memohon—ampunan-Nya, baik di saat duduk maupun berdiri, di saat pagi maupun sore, di saat siang maupun malamnya. Mudah-mudahan setelah itu, kita digolongkan oleh Alloh swt sebagai hamba-hamba-Nya yang mendapatkan cita-cita yang mulia,

"Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?." Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Alloh), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Alloh. Dan Alloh Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Alloh), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran: 15-17)

Setelah itu, sebagai penghujung, mari kita tatap kembali bagaimana baginda Rasululloh saw menjadi cermin untuk diri yang hina ini.

Suatu ketika, buliran-buliran air mata Rasululloh yang jatuh menetes di kegelapan malam terdengar oleh istrinya yang tercinta, Aisyah ra. Sepanjang malam tangisan itu terus berjatuhan, bahkan semakin menderas hingga menjelang subuh. Tak kuasa Aisyah menahan rasa haru atas keadaan Rasululloh tersebut, dia pun mencoba menghubungkan antara deraian air mata itu dengan ampunan yang telah Alloh berikan kepada Rasululloh, "Wahai Rasululloh, apa yang menjadikan engkau menangis, sedangkan Alloh telah mengampuni dosa engkau yang lalu dan yang akan datang?" Namun, apa jawab Rasululloh saw, dengan lembutnya beliau berkata, "Apakah tidak selayaknya jika aku menjadi hamba Alloh yang banyak bersyukur?"

Saudaraku…, tangis-tangis Rasululloh adalah cermin yang bening bagi kita. Tempat kita menatap jujur bayang-bayang wajah kita sendiri. Bila Rasululloh yang dosanya sudah diampuni masih terus menangis kepada Alloh swt. Rasululloh saw yang masa lalunya telah bersih dan masa depannya dijamin cemerlang, masih menghadap Alloh dalam tangis-tangis panjang. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan diri kita yang jauh dari sempurna lagi penuh dosa? Bagaimana dengan kita, yang hari-harinya berlalu penuh bercak-bercak hitam?


Maka…, tak ada yang menolak kenyataan, betapa kita sangat perlu menambal dan mereparasi masa lalu kita. Karena kita memang tak akan mungkin mencapai kesempurnaan, akan tetapi tangis-tangis Rasululloh merupakan cermin bagi kita, agar kita selalu mencoba dan berusaha untuk memperbaiki masa lalu kita, yang tidak lain adalah dengan selalu memohon ampunan-Nya dan beramal lebih baik untuk bekal di masa depan. WAllohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar